CATATAN PRODUSER
02/06/2008 08:47
Islam Radikal Mengancam
Ketika perbedaan diselesaikan dengan kekerasan dan polisi tidak bertindak tegas terhadap aktornya, maka demokrasi sebenarnya sudah mati. Kekerasan akan berbalas kekerasan. Korban akan berjatuhan, luka atau tewas. Dan, masyarakat akhirnya ada dalam kekacauan. Kekacauan adalah pertanda demokrasi sudah mati.
Demokrasi kita tentu belum mati. Ia justru baru hidup setelah lama mati di masa rezim Orde Baru lebih 30 tahun. Tapi tanda-tanda kematian demokrasi kita yang baru saja hidup itu mulai nyata. Tindak kekerasan yang dilakukan segerombolan orang dengan berteriak mengagungkan nama Tuhan ("Allahu Akbar") terhadap sejumlah orang yang tengah mengekspresikan pendapat dan sikapnya di Lapangan Monas,
Gerombolan penyerang itu memakai baju berwarna putih (berarti suci). Pada sebagian anggota gerombolan itu tertera lambang dan nama sebuah organisasi kemasyarakatan Islam. FPI, begitu tertulis: Front Pembela Islam. Ini bukan tindak kekerasan kali pertama yang dilakukan organisasi itu. Hari-hari dan waktu-waktu sebelumnya, anggota organisasi ini juga gemar melakukan tindak kekerasan terhadap fasilitas umum dan milik pribadi dengan dalih memberantas judi dan maksiat.
Di Monas kemarin, selain sebuah mobil yang mereka rusak, puluhan orang mereka hajar hingga memar dan berdarah di wajah. Sebagian terpaksa harus dirawat di rumah sakit.
Masih belum jelas kenapa FPI menyerang. Besar dugaan karena sikap Aliansi yang hendak membela dan mempertahankan keberadaan Ahmadiyah, yang sejak 1925 sudah eksis di
FPI bersama organisasi kemasyarakatan Islam lainnya, seperti Majelis Mujahiddin dan Hizbut Tahrir bersikap berbeda dengan Aliansi dalam memandang Ahmadiyah. FPI mengikuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak kehadiran Ahmadiyah. Tindak kekerasan bahkan sempat mereka timpakan pada sebagian penganut Ahmadiyah. Sekarang mereka menyerang orang yang membela Ahmadiyah.
Benar-benar mencekam dan menakutkan.
Pengamat dan akademisi di
Islam radikal tidak mengenal penyelesaian perbedaan secara damai dan dialogis yang justru menjadi esensi demokrasi. Mereka memanipulasi ajaran Islam yang begitu murni dan anggun serta kaya dengan tradisi dan sejarah pemikiran yang berisikan rahmatan lil-alamin. Di tangan kaum radikal, Islam tampil cemar, penuh darah dan kekerasan, serta mendiskriminasikan kaum perempuan.
Iskandar Siahaan
Kepala Litbang Liputan 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar